Dunia Kampus
Tiap langkah kaki ini memberi bekas tanah ini pernah kuinjak. Bekas itu
bagaikan prasasti yang tidak semua orang pernah melewatinya. Ya aku
hanya bocah yang masih berbau kencur, yang kini sudah hampir 1 tahun
dengan statusnya sebagai mahasiswa di kampus ini. Memasuki dunia kampus
ini tidak semudah dan sesulit yang aku bayangkan. Perlu banting tulang
belajar masuk kampus ini. Dan setelah masuk kampus akhirnya aku lega
lolos masuk kampus tercinta,dan cukup megah ini.
Persahabatan,cinta,dan mimpi-mimpi bisa kucari disini. Tapi aku bisa
menemukan cinta terlebih dahulu karena aku tidak ingin mencintai dan
melukai seseorang yang cinta padaku. Mencintai tapi pada akhirnya
melukai cukup menyakitkan untuk dirasakan. Cinta itu bagaikan merak
dengan keelokan bulunya yang punya beragam warna.
Kaget sudah jadi hal biasa di kampus. Kaget dengan tugas-tugas kampus
yang harus deadline pengumpulannya. Kaget dengan pengumuman seleksi
beasiswa. Kaget dengan pengumuman lomba yang biasanya kurang beberapa
hari baru diumumkan. Dan satu lagi yang membuat aku labih terkejut lagi
yaitu kaget diajari dosen yang notabenenya sebagai dosen tapi ngomongnya
terlalu berteori sesuai konteks di buku,seperti kurang interaktif
dengan mahasiswanya. Jadi kalau mengajar seperti ngomong dengan bahasa
luar angkasa saja hingga aku tidak tahu maksudnya apa. Sudahlah aku
yakin bisa menghadapi dosen seperti itu. Tidak ada yang tidak mungkin di
dunia ini dan aku tidak boleh pesimis. Pesimis hanya akan menjerumuskan
aku ke jurang kematian.
Seminar dengan narasumbernya orang-orang penting benar-benar ketat
jalannya seminar ini. Narasumbernya membawa pengawalnya.Saat narasumber
memberi materi seminar,pengawalnya menunggu di dekat pintu.Aku pernah
mengikuti seminar semacam ini. Peserta seminar disuruh datang lebih awal
dan narasumbernya datang telat. Tidak tahu kenapa narasumbernya datang
terlambat. Ya namanya saja orang penting banyak urusan yang perlu
diselesaikan. Biasanya aku menamainya dengan jam karet. Jam yang molor
lama dan tidak tepat waktu.Dan aku pernah juga datang dengan jam karet
baik di acara formal dan informal.hehe. Bahasaku seperti bahasa tingkat
atap rumah saja.
Aku akui sulit menemui orang penting seperti pejabat negara,ataupun
pejabat di kampus. Hanya orang yang berkepentingan saja yang mampu
berkomunikasi dengan mereka. Aku suka dengan gaya mereka yang tidak
banyak basa basi dalam berbicara. Mau contoh. Ini contohnya,aku menemui
wali dosenku saja harus sms dulu untuk janjian,takutnya wali dosennya
tidak punya waktu di kampus ini karena dosenku juga punya tugas lainnya.
Kalau dalam jam waktu janjiannya itu ada hal yang lebih
penting,terpaksa harus janjianku dengan dosen dibatalkan.
Kalau melihat narasumber seperti itu rasanya ingin juga aku jadi orang
penting. Tetapi aku heran,kenapa orang-orang terlihat hormat dengan
orang itu,tidak tapi dengan orang miskin mereka tidak hormat.Haruskah
orang itu dihargai karena punya hal yang tidak dipunyai orang
lain?Bukannya kasihan dengan orang miskin,tapi aku merasa dalam jiwa
kalian untuk kurang saling menghargai antar sesama. Kekayaan dan
kemiskinan bukan dijadikan alat untuk membanggakan diri atau menjadi
alat untuk membuat program kerja rodi lagi seperti zaman Belanda.Ingat
teman kita ini sama-sama manusia.
Beginilah dunia kampus,mereka ada yang individualis tapi tenang saja ada
juga yang tidak kok. Ingat tugas itu dikerjakan mandiri ya kita sendiri
yang mengerjakan bukan orang lain. Aku merasa juga sedih dengan diriku
sendiri karena aku belum bisa mengharumkan kampusku. Aku tahu kampusku
masih belum punya nama besar di ajang lomba karya ilmiah. Sejujurnya aku
ingin sekali bisa buat karya ilmiah di kalangan mahasiswa. Semoga
cita-citaku tercapai dalam membuat karya ilmiah di kalangan mahasiswa
dan prestasiku menjadi tumpukan harta karun sebesar gunung Semeru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar